Senin, 16 Maret 2009

"Harga" Sebuah Kursi Legislatif


Ibarat sebuah pesta besar, Pemilu Legislatif 2009 telah dan akan terus menghabiskan dana yang sangat banyak hingga masa pencontrengan 9 April mendatang.Baik dari anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk keperluan operasional Pemilu melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat dan daerah, hingga dana yang dikeluarkan oleh partai peserta pemilu dan caleg sendiri.Sebagai gambaran KPUD Tanjungpinang saja mengajukan anggaran kepada pemerintah daerah kurang lebih Rp 3 M. Jumlah yang sepadan guna suksesnya pemilihan wakil rakyat yang nantinya menjadi sinergi pemerintah dalam membangun daerah.


Sementara, bagaimana dengan biaya yang dikeluarkan masing-masing Parpol khususnya para caleg ?Inilah pengakuan sejumlah caleg dan pengurus Parpol tentang biaya sosialisasi dan kampanye guna dikenal pemilih dan meraih suara terbanyak, yang akan menghantarkan mereka ke kursi dewan.Sebuah konsekuensi yang harus ditempuh dalam berpolitik,terpilih atau tidak mesti siap mental.

Ada yang mengaku dibantu partai, menggunakan uang pribadi, kolaborasi antara caleg provinsi dan kabupaten/kota, meminjam uang dan menggadaikan aset hingga bantuan dari keluarga.Namun semua pengakuan itu tentu tidak sepenuhnya terbuka, mengingat segala yang berhubungan dengan dana dan biaya cenderung sensitif dan bahkan ada yang mengganggap kurang etis untuk dibahas.

M.Syahrial caleg PAN untuk Dapil I Tanjungpinang, mengaku tidak mengeluarkan biaya yang terlalu besar guna keperluan kampanyenya.Biaya yang telah dikeluarkannya secara pribadi selama ini dari masa sosialisasi melalui atribut hingga sosialisasi tentang cara penconterangan ke daerah pemilihannya, mencapai angka Rp 50 juta.Sementara PAN Tanjungpinang sendiri telah menghabiskan biaya sekitar Rp 100 juta untuk keperluan sosialisasi hingga kampanye semua caleg.

Sebagai seorang pengusaha, wajar jika Syahrial mengatakan jumlah itu tidak terlalu besar.Namun untuk apa saja dana itu telah digunakan, ia memberikan gambaran umum seperti untuk pembuatan atribut baliho diperlukan dana sekitar Rp 500 ribu untuk satu ukuran besar.Sedangkan untuk poster rata-rata per satuannya menghabiskan biaya sekitar Rp 50 ribu.

Sedangkan untuk kegiatan sosialisasi PAN ke basis massa yang akan dilakukan hingga 15 Maret, juga memerlukan biaya ratusan ribu setiap kali pertemuan.Rata-rata satu kali pertemuan yang memerlukan makanan,minuman san biaya transportasi sebesar Rp 300 ribu."Sejak dimulainya jadwal sosialisasi ke masyarakat ini kita tiap hari turun, memang secara bergantian masing-masing caleg.Tapi itulah gambarannya biayanya dan masing-masing caleg akan bervariasi," jelasnya.

Sumber dana para caleg PAN menurutnya ada yang berasal dari bantuan partai, pribadi maupun sumbangan lainnya.Khusus dirinya ia mengaku mengeluarkan biaya pribadi yang berasal dari tabungan dan assetnya. "Dalam aturan pemilu mengenai sumber dana kampanye partai saja yang dilaporkan ke KPU, sedangkan sumber dana caleg tidak dilaporkan," tandasnya.

Di PAN sendiri tambahnya, juga menerapkan kolaborasi sosialisasi antara caleg provinsi dan kabupaten/kota.Contohnya pada pemasangan poster dan baliho, caleg provinsi juga memasang foto caleg dari kota/kabupaten.Begitu ketika sosialisasi turun ke basis massa, caleg provinsi juga akan melibatkan caleg dari kabupaten/kota.Kondisi akan sangat membantu caleg khususnya dalam penghematan biaya, sebab dilakukan secara bersama.

Syahrial yang juga Sekretaris DPD PAN Tanjungpinang ini mengaku seluruh biaya yang dikeluarkan dalam pencalegan adalah sebuah konsekuensi dalam berpolitik.Karena ketika ia menyatakan terjun ke dunia politik dan ikut pencalegan, ia telah siap dengan apa yang harus dikorbankan.

Salah satunya telah ia buktikan saat maju pada pemilihan wali kota tahun 2007. Karena itu, sekarang pun ia mengaku juga telah siap mental jika nantinya tidak duduk sebagai anggota dewan."Ya kita harus siap dengan konsekuensi yang akan dihadapi.Politik bukan bisnis yang mencari untung dan rugi, tapi memang harus siap berkorban khususnya masalah dana saat pencalegan," alasannya.

Namun meskipun begitu, ia tetap optimis jika masyarakat pemilih saat ini sudah cerdas dan tahu siapa yang akan dipilih. "Masyarakat sekarang itu sudah cerdas dalam memilih dan kita optimis mereka akan tahu pilihan yang tepat," tandasnya.

Sedangkan jika ia terpilih dan duduk di kursi dewan, bukan berarti ia akan berusaha mengembalikan dana yang telah ia habiskan untuk pencalegan tersebut."Sekali lagi ini, politik ini bukan ibarat bisnis yang ada untung dan rugi, namun yang ada hanya konsekuensi yang harus diterima dari pilihan kita saat terjun ke dalamnya," imbuhnya lagi.

Pinjam Dana ke Bank
Jika Syahrial cenderung agak terbuka tentang pendanaannya sebagai caleg,lain halnya dengan Mhd Arief yang merupakan Ketua DPD PKS Tanjungpinang yang tidak bisa menyebutkan angka meskipun hanya sekedar perkiraan.Ia mengaku tidak bisa menyebutkan jumlah dana yang sudah dikeluarkan partainya untuk membiayai pencalegan 28 calegnya yang tersebar di tiga daerah pemilihan, mengingat semua biaya dikeluarkan oleh partai.

"Saya lupa berapa jumlah yang sudah dikeluarkan partai untuk membiayai pencalegan, sosialisasi hingga kampanye nanti. Karena sejak awal proses pendaftaran hingga sekarang memang partai yang membiayai mereka.Komitmen PKS memang tidak membebani caleg dalam soal biaya dan ini bisa dicek ke masing-masing caleg," ungkapnya.

Hal itu merupakan komitmen PKS dari pusat hingga daerah yang mana konsisten dengan sistem yang sudah dibuat dan dijalankan selama ini.Tujuannya tidak lain agar ketika mereka terpilih dan duduk di dewan, juga punya komitmen ke partai.

Seperti diketahui selama ini, PKS membuat sebuah kontrak atau kesepakatan dengan para kadernya yang duduk di kursi rakyat, yang mana gaji tidak sepenuh milik mereka pribadi namun juga merupakan hak partai untuk kepentingan semua anggota,kader dan simpatisan.Dari dana itu nantinya akan digunakan untuk berbagai kegiatan internal partai maupun eksternal di masyarakat.

Dengan sistem pembiayaan pencalegan sepenuhnya ditanggung partai, para caleg kata Arief diberi tanggungjawab bekerja dan bergerak mensosialisasikan pencalegan mereka.Sehingga target perolehan kursi PKS di dewan sesuai standar tingkat nasional sebanyak 20 persen bisa dicapai.

"Dengan sistem seperti itu, kita ingin menegakan wibawa partai dan dipandang positif oleh para caleg," alasan anggota DPRD Tanjungpinang ini.

Sedangkan menjawab tentang sumber dana partai itu untuk membiayai calegnya, Arief mengatakan selain dari sumbangan gaji anggota dewannya juga dari pinjaman dana ke bank dan sumbangan dari pengurus dan kader secara sukarela.Mengenai pinjaman dana ke bank,Arief menolak menjelaskan secara rinci.

Arief yang juga kembali mencalonkan pada Pemilu kali ini, juga mengharapkan pada kecerdasan masyarakat dalam memilih caleg yang bisa membawa aspirasi mereka.

Biaya Minimal
Dalam soal pembiayaan pencalegan, sosialisasi hingga kampanye Partai Indonesia Baru (PIB) Kepri khususnya , punya kebijakan berbeda dengan partai lainnya umumnya.Partai ini selain juga membiayai calegnya juga memberikan arahan standar ambang batas kepada para caleg dalam membiayai sendiri sosialisasi pencalegan mereka.

Setiap caleg diarahkan mengeluarkan dana pribadi seminimal mungkin atau sampai ambang batas Rp 20 juta, sehingga dengan aturan itu total biaya yang dikeluarkan PIB untuk pencalegan,sosialisasi dan kampanye diharapkan bisa di bawah Rp 300 juta.Sistem suara terbanyak yang mementahkan nomor urut caleg, cenderung membuat para caleg di partai manapun akan ikut mengeluarkan biaya pribadi untuk sosialisasi dan kampanye sehingga nama mereka bisa dikenal masyarakat pemilih.

Menurut Rudi Chua yang merupakan caleg PIB untuk dapil Kota Tanjungpinang, PIB mempunyai caleg untuk DPRD Kepri sebanyak 3 orang dan Kota Tanjungpinang 15 orang. Proses sosialisasi mereka dalam bentuk pengenalan nama, nomor urut caleg dan partai melalui spanduk, poster, baliho serta berbagai atribut lainnya dibiayai oleh partai.Biaya pembuatan atribut itu sendiri menurutnya bisa dihitung mengingat standarnya sudah umum,seperti untuk pembuatan baliho rata-rata dipatok Rp 50 ribu per meter, dan spanduk rata-rata Rp 20 ribu per meter.

Atribut itu kemudian ditempatkan di titik-titik tertentu sesuai daerah pemilihan masing-masing caleg.Jika para caleg ingin atribut mereka lebih banyak dan meriah, dipersilahkan membuat sendiri dengan biaya pribadi.Begitu juga dengan kegiatan sosialisasi ke daerah pemilihan masing-masing,partai ini cenderung tidak melakukan kegiatan seperti yang dilakukan partai lain umumnya,seperti memberikan bantuan dan sumbangan untuk kelompok dan masyarakat.

Namun partai ini dan para calegnya lebih cenderung bersosialisasi dalam bentuk aksi nyata seperti gotong royong, fogging dan pemeriksaan kesehatan gratis.Seperti untuk fogging dalam setiap kegiatan bisa menghabiskan biaya rata-rata sekitar Rp 500 ribu.

"Kita lebih cenderung melakukan sosialisasi dalam aksi kongkrit dan menyentuh langsung masyarakat," alasannya.

Namun,ia tidak menampik jika partai itu dan para caleg juga sering mendapatkan permintaan sumbangan dari suatu kelompok.Menyikapi hal ini, standar minimal dalam memberikan bantuan kembali diterapkan oleh partai dan caleg.Tujuannya guna menghindari sikap caleg yang nanti terpilih, akan menjadikan kesempatan itu sebagai upaya mencari ganti dana yang telah dikeluarkan.

"Standar minimal biaya bagi caleg yang mengeluarkan dana pribadi mereka untuk proses sosialisasi hingga kampanye, bertujuan agar mereka yang duduk di dewan nanti tidak menjadikan masa lima tahun hanya untuk mencari ganti dana yang telah dihabiskan selama proses pencalegan," alasannya.

Dengan biaya seminimal mungkin itu juga,diharapkan konsekuensi dari caleg yang gagal meraih suara terbanyak juga minim."Jumlah dana yang dikeluarkan untuk pencalegan bukan penentu meraih suara terbanyak, masyarakat sudah cerdas dalam memilih.Jadi masalah dana bukan faktor utama dalam merebut simpati masyarakat, melainkan dengan perwujudan langkah kongkrit di tengah masyarakat," tandasnya.

Dengan kondisi di atas, Rudi yang sebelumnya menjadi anggota DPRD Kepri dari Partai Patriot Pancasila optimis bisa meraih suara terbanyak dan juga siap dengan segala konsekuensi jika tidak terpilih."Sekarang sistem suara terbanyak, bukan lagi ditentukan nomor urut.Jadi kita harus bekerja keras dan siap menerima kemenangan dan kekalahan," akhir pengusaha hotel dan restoran ini.

Dukungan Suami dan Keluarga
Untuk kedua kalinya Asmiyati, maju sebagai caleg Partai Golkar dapil Kecamatan Tanjungpinang Kota dan Barat .Sistem nomor urut pada Pemilu Legislatif 2004 telah mementahkan suara terbanyak yang diperolehnya waktu itu, sehingga ia harus ikhlas rekannya di nomor urut satu melenggang ke kursi dewan.Tapi, dengan sistem suara terbanyak pada Pemilu 2009 ini ia optimis jika mampu mewujudkan cita-citanya berbakti untuk daerah melalui lembaga legislatif.

Berbekal dan belajar dari pengalaman saat sosialisasi dan kampanye Pemilu 2004, wanita yang aktif di berbagai organisasi ini mengaku mengeluarkan biaya yang jauh lebih sedikit pada saat ini.Semua biaya itu menurutnya berasal dari dana pribadi berupa dukungan dari suami dan sumbangan keluarganya.

Wanita yang juga merupakan Ketua Pimpinan Kecamatan Tanjungpinang Kota Partai Golkar ini, mengakui ia harus menggadaikan sejumlah aset pribadinya untuk membiayai sosialisasi.Namun ia menolak menyebutkan aset apa saja dan berapa dana yang telah ia habiskan untuk sosialisasi dan kampanye nanti.

"Tidak perlu disebutkanlah angkanya, yang jelas saya menggunakan dana pribadi yang didukung suami dan ada juga sumbangan keluarga dalam bentuk bantuan jasa," wanita kelahiran 14 Februari 1965 ini.

Sebagai gambaran ia membuat spanduk sebanyak 30 lembar yang mana satu lembarnya menghabiskan biaya sekitar Rp 90 ribu.Sedangkan untuk pembuatan kartu nama ia menghabiskan biaya Rp 40 ribu untuk satu kotaknya.Belum lagi setiap pertemuan dan sosialisasi ke lapangan yang memerlukan biaya transportasi dan makan minum.

"Dengan belajar dari Pemilu 2004 saya sudah tahu strategi dan meminimalkan biaya sosialisasi dan kampanye.Bahkan saya juga tidak memiliki tim sukses namun hanya tim relawan," aku caleg nomor urut 3 ini.

Ketua Aliansi Perempuan Kota Tanjungpinang ini juga mengaku telah siap mental jika nantinya tidak terpilih.Namun, ia tetap memantapkan hati dan optimis jika ia bisa mengulang sukses meraih suara terbanyak seperti Pemilu 2004.

"Optimis itu perlu, namun kita juga harus tetap mempersiapkan mental menerima segala konsekuensi dari apa yang telah kita jalani ini," alasannya.

Berbeda dengan Asmiyati, rekannya Ratna Sari Dewi Amd yang menjadi caleg Partai Golkar di dapil Tanjungpinang Timur mengaku mengeluarkan sedikit biaya untuk sosialisasi.Wanita yang merupakan orang tua tunggal ini mengaku terbantu dengan sosialisasi yang dilakukan saat mendampingi caleg provinsi turun ke daerah pemilihan.

Ia mencontohkan sering turun ke lapangan bersama Hj Marfeni yang merupakan caleg Partai Golkar untuk DPRD Kepri dapil Tanjungpinang."Sedikit banyak saya terbantu dengan sosialisasi yang dilakukan korda," akunya.

Namun bukan berarti ia tidak mengeluarkan biaya untuk pembuatan atribut, seperti poster dan kartu nama tapi jumlahnya tidak banyak. "Biaya yang saya keluarkan pribadi mungkin hanya untuk pembuatan atribut, selebihnya terbantu oleh caleg provinsi," tuturnya.***ANA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TULISAN DALAM BLOG INI ADALAH BERITA MENTAH HASIL LIPUTAN SAYA

Sang Kuli Tinta

Sang Kuli Tinta