Minggu, 22 Februari 2009

Sapuan, Waria Keibuan, Ibu Sejati Bagi Anak

Sapuan,waria yang punya dua anak asuh

Dimana saja nyaris waria selalu diabaikan, tidak dianggap di lingkungan tempat tinggal bahkan keluarga serta sulit untuk bersosialisasi di luar lingkungan mereka.Tapi, lain halnya dengan Sapuan, seorang waria di Tanjungpinang yang ternyata mempunyai nasib lebih baik dari teman-temannya sesama waria.

Sapuan, waria kelahiran Sedanau 40 tahun silam ini bisa dikatakan waria yang beruntung.Ia bisa hidup normal dan diterima di tengah keluarga, lingkungan tempat tinggal dan masyarakat. Bahkan ia bisa berbahagia dan mengabdikan hidupnya demi kebahagiaan dua orang anak angkatnya.


Secara penampilan Sapuan memang berbeda dengan kebanyakan waria lainnya.Meskipun punya body yang dipermak hingga tampak seperti wanita, tapi ia tetap berpenampilan wajar seperti seorang wanita biasa kebanyakan atau tidak menor seperti layaknya waria umumnya.Tutur kata dan nada bicaranya juga jelas dan teratur layaknya wanita, meski nada bariton tetap samar terdengar.

Ketika ditemui di kediamannya, Kampung Baru, ia baru saja kembali menjemput anak pertamanya, Gusti (9) dari les mata pelajaran.Mengenakan celana jeans dan baju kaos serta rambut yang diikat, Sapuan memang terlihat jelas layaknya seorang ibu rumah tangga umumnya.

"Maaf saya baru pulang menjemput anak les, ini juga sedang mempersiapkan kebutuhannya untuk masuk sekolah siang," tuturnya membuka pembicaraan.

Di rumahnya yang rapi dan nyaman, Sapuan mengaku tinggal dengan ibunya yang sudah uzur.Untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari saat ini ia melakukan usaha dagang dan kerjasama usaha dengan orang lain.

"Yang penting saat ini yang saya pikirkan bisa menghidupi anak-anak, membuat mereka senang, membiayai pendidikan mereka sehingga bisa sekolah setinggi-tingginya dan mandiri setelah dewasa," tuturnya.

Rasa sayang dan perhatian yang besar Sapuan pada dua orang anak angkatnya, Gusti dan Ayu, cukup membuktikan jika ia punya rasa keibuan yang besar.Karena tidak semua waria yang punya jiwa wanita punya sifat keibuan dan bahkan mau mengangkat anak.

Kasih sayang yang tulus itu jugalah, membuat kedua anaknya itu menjadikan Sapuan sebagai ibu yang sejati.Statusnya sebagai waria yang sudah mulai perlahan ia tunjukan kepada mereka, ternyata direspon oleh sang anak jika ia adalah wanita sejati.

"Kalau anak saya cerita tentang banci yang pernah mereka lihat, saya juga melemparkan pertanyaan kepada mereka siapa saya sebenarnya. Tapi malah mereka dengan tegas mengatakan saya adalah wanita," tuturnya haru.

Sapuan yang dipanggil mama oleh sang anak, berharap kedua anaknya itu bisa menjadi manusia yang berhasil kelak."Saya ingin anak yang pertama menjadi polisi dan anak yang kedua menjadi perawat.Untuk biaya pendidikan mereka saya sudah menyiapkan asuransi pendidikan sejak kecil," paparnya.

Pengakuan terhadap dirinya juga diterimanya di lingkungan.Sapuan mengaku aktif di kegiatan PKK dan menjadi kader Posyandu.Bahkan ia selalu dipercaya sebagai bagian konsumsi seperti menyediakan kue kalau ada kegiatan.

"Alhamdulillah warga di lingkungan ini menerima saya dengan baik, tidak membeda-bedakan saya.Bahkan mereka menganggap saya seorang wanita," katanya.

Begitu juga dengan guru sekolah dan les anak-anaknya, ia juga mendapatkan perlakuan yang baik dan sama dengan orang tua siswa lainnya."Mungkin karena saya berusaha membangun komunikasi yang baik dengan mereka.Jadi kuncinya adalah dari kita sendiri untuk bisa diterima oleh lingkungan," tandasnya.

Uniknya lagi, saat mengurus KTP dan SIM statusnya juga ditulis wanita meskipun ia meminta tetap ditulis pria."Kalau kembali ke fitrah saya memang pria, meskipun saya punya jiwa wanita.Tapi saya harus sadar jika suatu saat saya memang harus diperlakukan seperti seorang pria, seperti saat meninggal nanti," alasannya.

Menjadi seorang waria kata Sapuan bukanlah keinginannya.Tapi jiwa perempuan yang memerangkap dirinya sejak kecil tidak bisa ia elakan."Kalau ditanya saya ingin menjadi apa jika dilahirkan kembali, saya ingin menjadi wanita normal seutuhnya atau pria yang sesungguhnya," bebernya.

Sapuan kecil dibesarkan di lingkungan keluarga desa di Sedanau, Pulau Tujuh.Sejak kecil ia merasa sudah punya sifat wanita yang besar.Bahkan ketika SD ia sering diejek teman-temannya yang menyebutnya banci.Tapi, kondisinya yang kurang normal itu tidak diketahui oleh orang tua dan keluarga.Sehingga Sapuan merasa tidak punya tempat untuk berbagi masalahnya.

Pada usia 15 tahun ia merantau ke Batam dan bekerja sebagai pekerja rumah tangga.Di sana ia malah diterima dengan baik dan tidak mendapatkan perlakuan seperti di kampungnya.Jenuh bekerja sebagai pekerja rumah tangga, Sapuan berniat mencari kerja ke Malaysia dan menumpang di rumah seorang saudaranya.Tapi, ia tidak bisa menemukan keluarga yang dicari.Karena terjepit keadaan dan untuk mempertahankan hidup di negeri orang, ia pun terjerumus ke dunia hitam.

Selama kurang lebih 13 tahun ia bolak-balik Malaysia, Singapura dan Batam.Ketika akhirnya ia merasa butuh keluarga dan rindu mereka.Akhirnya ia memutuskan kembali tapi memilih Tanjungpinang. Dengan uang tabungan yang ia miliki, ia bisa memiliki rumah dan perlengkapannya.Selain itu ia juga menjalankan usaha menjadi penyalur tenaga kerja ke Malaysia dan Singapura.

Merasa sudah mapan ia mengontak kedua orang tuanya untuk datang dan menetap di Tanjungpinang bersamanya.Memang awalnya mereka kaget melihat kondisinya namun akhirnya bisa menerima.Bahkan di rumahnya itu Sapuan sempat juga menampung sejumlah anak dari saudara-saudaranya yang melanjutkan sekolah di Tanjungpinang.

Sapuan juga sempat hidup dengan seorang pria yang dianggap papa oleh kedua anaknya.Namun karena status yang tidak jelas, mereka berpisah dan sang pria menikah dengan wanita normal."Tapi anak-anak tetap mengganggap dia adalah papa mereka," kenangnya.

Disinggung tentang masa depan anak-anaknya kelak, mengingat usianya yang sudah tidak muda lagi, Sapuan mengaku sudah mulai memikirkan nasib mereka jika suatu saat ini tidak ada lagi di dunia.

"Memang saya sudah mulai memikirkan nasib mereka bagaimana nanti jika saya tidak ada lagi di dunia.Tapi saya hanya berdoa agar bisa diberi umur panjang sehingga bisa melihat mereka dewasa dan mandiri," tururnya menerawang.

Sapuan juga adalah penasehat FKRWS.Sebagai orang yang dituakan dalam organisasi itu, ia berusaha melakukan pendekatan layaknya orang tua dengan waria yang masih muda.Secara perlahan ia berusaha mengingatkan mereka yang belum memikirkan masa depan untuk mulai sadar.

"Memang mereka kerja seperti di salon, tapi kadang uangnya habis begitu saja.Padahal kan bisa ditabung dan digunakan untuk masa depan," alasannya.

Sapuan sebelumnya juga pernah menjadi Ketua Himpunan Waria Bintan atau Hiwabin.Organisasi itu berdiri saat Tanjungpinang masih berstatus kotif dan kemudian vakum sejak 2002 silam.

"Visi dan misinya mungkin mirip dengan FKRWS ini, tapi dulu saya membiayai Hiwabin dengan swadaya sendiri tanpa ada bantuan dana dari pemerintah. Jadi untuk melakukan banyak kegiatan agak susah bergerak.Akhirnya saya merasa tidak sanggup lagi dan vakum," tuturnya sambil menyebutkan sejumlah kegiatan yang pernah dilakukan Hiwabin, seperti pertandingan volly dan pemilihan miss waria.

Sebagai penasehat, ia berharap FKRWS bisa menjadi ajang positif bagi anggota dan
tempat berbagi dalam suka dan duka."Ibarat keluarga kita adalah satu, jadi kalau ada teman yang kemalangan kita harus bantu.Jadi tidak fokus pada kegiatan yang senang-senang saja," harapnya.***ANA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TULISAN DALAM BLOG INI ADALAH BERITA MENTAH HASIL LIPUTAN SAYA

Sang Kuli Tinta

Sang Kuli Tinta