Minggu, 22 Februari 2009

Buka Mata dan Hati untuk Gender Ketiga

Istilah waria, wadam, banci atau bencong sudah lama diketahui masyarakat, namun saat ini ada istilah lain yang mulai terdengar yakni gender ketiga. Seperti diketahui istilah gender selama ini hanya diperuntukan bagi persamaan kedudukan antara pria dan wanita, sehingga karena ada jenis manusia yang mempunyai pribadi unik, waria mulai disebut-sebut sebagai gender ketiga.

Namun,upaya mencari persamaan hak sebagai genderketiga khususnya status sosial dalam kehidupan masyarakat, belum sepenuhnya mereka dapatkan.Bahkan selama ini mereka menjadi kelompok minoritas yang terpinggirkan, dipandang sebelah mata bahkan juga sering dihina.


Kondisi tersebut makin diperparah dengan imej yang terpatri dalam masyarakat, jika kaum waria selalu identik dengan dunia prostitusi dan penyimpangan seks. Sehingga kehidupan sosial mereka sangat kecil terkungkung dalam lingkaran orang-orang yang mempunyai nasib yang sama.

Padahal, imej itu tidak sepenuhnya benar. Karena jika melihat lebih dekat dengan kehidupan mereka, ternyata banyak waria yang punya pekerjaan baik dan jauh dari dunia prostitusi, seperti menjadi desaigner, penata rambut,perias wajah dan pengantin, aktif dalam organisasi dan lainnya.Tingkat intelektual mereka juga tidak kalah, seperti ada yang pernah kuliah bahkan masih berstatus mahasiswa.

Bahkan Indonesia pernah dikejutkan dengan prestasi seorang waria di Jakarta,Yulianus Rettoblaut, yang lolos menuju seleksi akhir calon anggota Komisi Nasional (Komnas) HAM periode 2007-2012. Namun, meskipun akhirnya ia tidak lulus pada seleksi akhir di DPR RI itu,tapi apa yang dilakukannya menunjukan tingginya keinginan waria dalam mendapatkan persamaan pemenuhan dan perlindungan HAM di Indonesia.(Baca insert profil Yulianus)

Kondisi umum seperti dipaparkan di atas merupakan gambaran waria di Indonesia. Untuk Kota Tanjungpinang, para waria juga mempunyai dilema yang sama dengan waria lainnya di Indonesia.Mereka masih belum menjadi kelompok masyarakat yang sepenuhnya diterima dalam kehidupan sosial yang normal dan wajar.

Tapi, diawal tahun 2009 ini bisa dikatakan adalah langkah awal bagi waria di Tanjungpinang untuk mulai menunjukan dan mengaktualisasikan diri, jika mereka tidak sepenuhnya seperti yang selama ini dipandang banyak orang.

"Tidak semua waria itu berkecimpung dalam dunia prostitusi, tapi masih banyak yang punya pekerjaan seperti bekerja di salon, sebagai mak andam bahkan berstatus mahasiswa," ungkap Bayu Chandra, Ketua Forum Komunikasi Rumpun Waria Sehati (FKRWS) Tanjungpinang.

Penuturan itu diungkapan Bayu, saat melakukan dialog Buka Mata Buka Hati antara FKRWS dengan Pemko Tanjungpinang, tokoh agama dan masyarakat yang difasilitasi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, di Rumah Singgah pada minggu pertama Januari lalu.

Bayu menjelaskan, FKRWS telah berdiri sejak tahun 2005 lalu.Di dalamnya saat ini terdapat 25 orang anggota tetap ditambah sekitar delapan orang yang masih mobile atau bolak-balik Tanjungpinang ke sejumlah daerah seperti Dabo, Kijang dan Batam.Hal itu disebabkan karena pekerjaan mereka seperti menjadi Mak Andam yang harus membuat mereka tidak senantiasa menetap di Kota Gurindam ini. ( lihat insert profil Bayu)

Waria yang dikenal juga dengan Dewa Bayu itu menyatakan senang bisa melakukan dialog langsung dengan Pemko Tanjungpinang khususnya. Karena banyak hal yang ingin disampaikan FKRWS pada pemerintah daerah, seperti pembinaan, kesempatan mendapatkan hak untuk menjadi pelaku pembangunan dan penyuluhan.

Bahkan ia merasa bangga karena FKRWS sudah terdaftar di Kantor Kesbang Linmas Tanjungpinang. Selain itu Kadis Sosial dan Tenaga Kerja juga menyatakan kesediaannya menjadi pembina organisasi tersebut.

"Kami senang sudah terdaftar di kesbang linmas, berarti kami merasa telah diakui.Untuk kami sangat berharap pembinaan dan bantuan dari pemerintah Tanjungpinang.Selain itu pada Februari nanti kami akan adakan valentine, tolong dukungan dari pemko," harapnya.

Kadis Sosial dan Tenaga Kerja Said Parman mengatakan, pihaknya menyambut baik upaya dialog yang dilakukan FKRWS.Karena selama ini keberadaan mereka tidak terlihat atau masih samar-samar.Padahal menurutnya sebagai warga mereka juga perlu mendapatkan hak yang sama.

"Sesuai dengan tema dialog buka mata dan hati, kita ingin semua anggota FKRWS yang hadir bisa menyampaikan pendapat, saran atau pertanyaan kepada kami, sehingga akan mulai terbuka kondisi yang nyata dan para waria tidak lagi menjadi kaum yang terpinggirkan," tuturnya.

Hal yang senada disampaikan Asisten II Setdako Tanjungpinang Drs Herman yang menyatakan, para waria itu memang perlu mendapatkan pembinaan dari pemerintah sebagai bentuk kepedulian terhadap mereka sebagai bahagian dari warga Tanjungpinang."Kita memang mengharapkan waria juga punya posisi yang sama di masyarakat seperti warga lainnya," kata Herman.

Pada kesempatan itu Bayu memperkenalkan anggotanya yang hadir belasan orang dan menghimbau mereka menyampaikan uneg-uneg kepada pemerintah.Namun mungkin karena baru pertama kali, sebahagian besar terkesan masih malu-malu untuk mengeluarkan suaranya.

Mewakili teman-temannya, Bayu meminta pemerintah dan LSM tidak hanya menjadikan mereka objek.Contohnya ada pelatihan dari sebuah LSM tentang HIV/AIDS,tapi semua itu cukup sampai disitu dan tidak ada tindak lanjutnya.

"Kami tidak mau dijadikan objek semata, diberi arahan, makan siang dan uang transportasi, tapi setelah itu tak ada tindak lanjut dan manfaatnya," tegasnya.

Ia bahkan menyatakan jika bisa waria khususnya FKRWS bisa menjadi subjek, seperti tenaga pelatih dalam bidang kecantikan."Kalau kami diberi kesempatan, kami siap untuk menjadi tenaga pelatih tidak hanya untuk para waria, tapi juga untuk masyarakat lainnya," tandasnya.

Menurutnya, pelatihan dan keterampilan sangat diperlukan oleh para waria, sehingga mereka bisa punya keterampilan dan mandiri.Bahkan bagi yang sedang tersesat di dunia prostitusi bisa bekerja dengan jalan yang lebih baik.

"Kalau bisa ada sebuah tempat yang ada perlengkapan untuk mengajarkan keterampilan kepada waria, seperti menyalon dan lainnya.Kami punya tenaga dan skill dalam hal itu," pintanya.

Kepada badan pemberdayaan perempuan ia juga meminta diberi kesempatan untuk mengelola proyek pelatihan kecantikan. Bahkan ia juga mengkritik, karena ada sejumlah pelatihan yang bisa diikuti anggota FKRWS ternyata tidak dilibatkan.

Menaggapi pernyataan Bayu di atas, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan,Erdawati menyatakan untuk program pelatihan biasanya ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi pihak lain yang akan mengelola. Karena hal itu menyangkut legalitas, sertifikasi dan pertanggungjawaban keuangannya.Sehingga untuk sementara memang belum bisa diserahkan ke pihak lain.

Sedangkan untuk melibatkan anggota FKRWS dalam sejumlah pelatihan sebagai peserta, menurut Erdawati sudah ada meskipun jumlahnya masih sedikit."Kalau ada pelatihan lagi, kita akan undang FKRWS dengan jumlah peserta yang mungkin bisa ditingkatkan," alasannya.

Sedangkan Kadis Kesehatan dr Eka Hanasarianto yang hadir pada kesempatan itu, mengharapkan waria dan angggota FKRWS khususnya dapat memperhatikan masalah kesehatan, khususnya tentang penyakit HIV/AIDS yang bisa diderita kaum waria akibat salah pergaulan seks.

Menurut Eka, diantara sejumlah penderita HIV/AIDS yang telah meninggal di Tanjungpinang, dua diantaranya adalah waria."Kita menyediakan layanan pemeriksaan dan konsultasi tentang HIV/AIDS di puskesmas pancur dan rumah sakit umum, silahkan dimanfaatkan," sarannya.

Sementara anggota DPRD Tanjungpinang, Mhd Arief menyatakan baru pertama kali berhadapan langsung dan berdialog dengan para waria.Bahkan ia sempat menceritakan pengalamannya yang membuatnya merinding hingga hari itu, karena pernah dipanggil-panggil waria saat melintas di suatu tempat pada malam hari usai rapat dewan.

"Jujur saya masih merinding jika ingat peristiwa itu. Tapi sebagai wakil rakyat saya berusaha menampung aspirasi dan mudah-mudahan apa yang diharapkan bisa difasilitasi oleh dewan.Tapi yang lebih penting mereka bisa perbaiki citra yang selama ini melekat di masyarakat," singkatnya.

Pada kesempatan itu, ada pertanyaan menyentuh yang ditanyakan salah seorang waria yakni tentang kebingungan mereka dalam beribadah dan status mereka saat meninggal dunia.

Menanggapi hal itu, Kepala Kantor Departemen Agama Tanjungpinang H Syamsuddin mengatakan, jika kedudukan mereka sama di mata tuhan sebagai umat manusia.Namun yang membedakan adalah amal mereka. Ia mendukung para waria masih tetap ingat Tuhan dan beribadah.

Untuk kedudukan mereka dalam shalat berjamaah, Syamsuddin mengatakan disesuaikan dengan jenis kelamin saat mereka lahir."Kalau anda merasa berjenis kelamin laki-laki, berjamaahlah di barisan laki-laki," paparnya.

Sedangkan menanggapi tentang kedudukan mereka saat meninggal nanti, tokoh masyarakat dan agama, Abdul Karim Wahab juga menyatakan kembali ke fitrahnya saat dilahirkan ke dunia.Namun ternyata ada yang masih bertanya jika mereka telah melakukan sejumlah operasi tubuh, dengan nada bercanda ia menjawab hal itu dapat ditanyakan pada Dorce, seorang artis waria yang sudah melakukan operasi kelamin.

"Kalau ada yang merasa sudah ada operasi kelamin dan fisik lainnya,silahkan ditanya ke dorce biar lebih jelas," tuturnya disambut riuh para waria

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TULISAN DALAM BLOG INI ADALAH BERITA MENTAH HASIL LIPUTAN SAYA

Sang Kuli Tinta

Sang Kuli Tinta